Monday, August 15, 2016

BAB 4


Seminggu kemudian.

Ray bertamu ke rumah Diana. Rumah mewah dengan pagar yang sangat tinggi. Tidak akan ada orang yangtahu dan ambil perduli terhadap kejadian apapun di balik pagar itu. Bahkan sang satpam penjaga rumah yang membukakan pagar pun tidak tahu bahwa majikannya sedang menyusupkan seorang lelaki tampan di mobilnya. Para pembantu sudah tidur, dan anak-anaknya telah diaturnya untuk menginap di rumah sang nenek.

Mereka bercinta dengan sangat panas malam itu. Sepanjang hidupnya, Diana belum pernah merasakan kenikmatan sedalam dan sedahsyat yang diberikan Ray. “You are a fucking sex god,” bisik Diana dalam kelemahannya di dalam pelukan Ray.

“And you are the most beautiful angel I have ever seen,” bisik Ray.

Entah berapa lama mereka bercinta. Entah berapa kali puncak kenikmatan itu mereka rengkuh. Kini Diana telah tertidur. Tentu saja Ray telah memijit titik-titik akunpunturnya agar ia tertidur dengan sangat lelap.

Setelah memakai bajunya, Ray keluar. Hampir seluruh lampu dalam rumah itu memang sudah dimatikan sejak tadi. Ia bergerak di dalam bayang-bayang. Ray telah menguasai seluruh isi rumah hanya dalam satu kali pandang. Ia telah mengetahui semua letak-letak ruangan. Di dalam bayang-bayang ia bergerak. Dalam satu gerakan ia telah berhasil turun dari lantai dua ke lantai satu dengan ringan dan halus. Ia bergerak tanpa suara bagaikan kucing hitam di malam hari.

Setelah berhasil mengunci kamar-kamar pembantu dari luar dengan menggunakan alat yang sudah ia persiapkan sejak awal, Ray kembali melompat dan memanjat ke lantai atas. Sangat cepat dan ringan. Latihan parkour yang sudah ditekuninya bertahun-tahun membuat ia begitu mudah bergerak seperti ini.

Ia lalu menuju ke sebuah kamar. Kamar yang merupakan incarannya sejak beberapa minggu yang lalu. Dengan mudah Ray membuka kamar yang terkunci itu dengan alat yang dibawanya pula. Kamar ini adalah kamar kerja milik Garlas Tambora. Seorang pegawai tinggi Dinas Perpajakkan yang ditengarai memiliki catatan-catatan penting mengenai tindak korupsi para petinggi negeri ini. Tetapi aparat penegak hukum belum dapat bergerak karena belum menemukan bukti. Inspektur Aditya Warman telah meminta Rayden untuk menangani kasus ini.

Dengan cepat Ray masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya. Ia menggunakan kaca mata infra merah untuk melihat dalam gelap. Gerakannya lincah dan cermat, matanya menyapu seisi ruangan dan menyelidiki setiap sudutnya. Sesudah memahami dan menghafal semuanya, Ray menuju ke sebuah komputer yang berada di atas meja kerja. Komputer ini tidak tersambung dengan internet sehingga Mara tidak mungkin meretasnya. Dibutuhkan akses langsung agar seluruh data di dalam komputer itu bisa diketahui.

Ray menyalakan komputer itu dan menancapkan sebuah flash disk. Flash disk itu berisi sebuah “virus” dan pemancar sinyal. Dengan begitu, Mara dapat meretasnya dengan mudah. Diperlukan waktu yang tidak begitu lama bagi Mara untuk meretasnya. Sambil menunggu, Ray membuka lemari besi tempat penyimpanan barang berharga. Tidak sulit bagi Ray untuk membukanya. Tidak ada surat-surat berharga dan bukti-bukti yang dicarinya di sana.

Begitu Mara selesai, Ray mencabut flash disk itu dan segera keluar. Ia sempat mengunci kembali kamar kerja itu, mencopot alat-alat yang ia pasang di beberapa kamar pembantu dan kembali ke kamar tidur Diana.

Jam 4 subuh, Diana terbangun. Ray masih tertidur dengan pulas di sebelahnya. “Sayang, ayo bangun. Aku harus mengantarmu pulang sebelum para pembantu bangun.”

oOo

Malam pagelaran busana untuk penggalangan dana bagi anak-anak penderita kanker di Singapura.

 Sebuah fashion showinternasional megah yang dihadiri kalangan jet set dan para sosialita. Ray selalu suka datang di acara ini. Apalagi untuk bertemu dengan sahabatnya, seorang supermodel maha cantik dari Rusia, Savana Ruminova. Ray pernah membantunya. Bahkan Ray pula yang mencarikan jalan di dunia modelling untuknya.

Makan malam telah selesai, fashion show telah selesai, penggalangan dana telah selesai. Kini para model berbaur dengan para tamu untuk menikmati sebuah standing party dan sekedar mengobrol. Savana menggandeng tangan Ray dengan mesra.

“Kapan kau akan datang mengunjungiku ke New York?” mereka berbicara dalam bahasa Rusia.

“Tidak perlu,” jawab Ray.

“Kenapa? Kau jahat!”

“Tanpa perlu ku kunjungi, kau sudah datang sendiri ke sini,” tawa pria tampan itu.

Savana mencubit lengannya dengan perlahan, “Kau memang benar-benar jahat!”

“Aku hanya akan datang jika kau memerlukan bantuanku. Sekarang hidupmu telah sempurna. Karirmu melambung tinggi. Kau tidak memerlukan aku di dalam hidupmu,” kata Ray sungguh-sungguh.

“Tapi aku merindukanmu. Kau tahu bahwa aku sungguh-sungguh mencintaimu,” para wanita Rusia memang tidak pernah ragu-ragu mengungkapkan isi hati mereka.

“Dan kau tahu pula, hidupku penuh petualangan. Semakin kita bersama, semakin kau akan merasakan kesepian,” Ray menatapnya dengan dalam. Jurus andalan yang selalu berhasil ia gunakan.

“Jika kau mengajakku pergi, sekarang juga akan ku tinggalkan karirku dan pergi bersamamu,” Savana memandangnya dengan sungguh-sungguh pula. Mata itu tajam. Berwarna hijau sempurna. Rambutnya pirang kecoklatan. Tulang pipinya tinggi. Bibirnya tipis merekah dengan begitu mempesona.

Jika ada seorang lelaki “sempurna” yang mengajaknya pergi, seorang perempuan memang terkadang rela meninggalkan segala hal. Termasuk suami dan anak-anaknya.

Tapi Savana belum menikah. Meskipun ia berganti-ganti pacar, sejak dahulu hatinya telah ia berikan seluruhnya kepada Ray. Seorang perempuan yang telah memberikan hatinya seutuhnya kepada seorang lelaki, tidak lagi merasa hidupnya sendiri berharga.

Ray mengerti ini. Karena itu ia justru berharap Savana lebih menghargai hidupnya sendiri. Mendaki karir yang susah payah ia usahakan sendiri, dengan segala keringat dan air mata. Ray ingin Savana hidup sehidup-hidupnya, menikmati segala kemewahan yang tidak wanita itu rasakan sebelumnya.

Karena itulah Ray tak ingin berada di dalam hidup Savana. Karena siapapun orangnya, jika masuk dalam kehidupan Ray, ia akan menderita. Ray selalu percaya hal itu. Oleh sebab itu, perasaan bersalah dan berdosa tidak pernah bisa ia hilangkan dari dalam dirinya.

Ray menggandeng tangan Savana dan membawanya menikmati udara segara di luar. Sebuah balkon di lantai atas sebuah bangunan megah yang tinggi menjulang. Mereka menghabiskan waktu bercerita dan menikmati suasana indah malam itu.

Bintang-bintang bersinar indah.

Sebuah pesan rahasia masuk ke dalam handphonenya.

Trix: I’m going.

oOo


Garlas Tambora baru saja memasuki taxi, setelah keluar dari sebuah casinoMarina Bay. “Ke hotel Grand Royal,” katanya.

Si supir ternyata seorang wanita. Wanita menoleh dan tersenyum, tetapitiba-tiba ia menembakkan sebuah taser, senjata kejut yang dapat membuat seseorang pingsan. Segalanya kemudian gelap bagi Garlas Tambora.

Taxi kemudian melaju kencang ke sebuah bangunan di area dermaga. Bangunan ini diliputi pagar yang tinggi. Tak ada seorang pun yang bisa mengetahui apa yang terjadi di sana. Ternyata Ray sudah berada di sana. Bahkan ia pula yang membukakan pintu pagar dengan perlahan-lahan.

Ray menggunakan sebuah balclava (sejenis topeng ski) untuk menutup mukanya. Pakaiannya yang ringkas dan berwarna hitam, serta tutup wajah yang dipakainya, membuatnya terlihat bagai seorang ninja.Trix pun menggunakan tutup wajah yang sama dengan yang dipakai Ray.

Dengan sigap mereka berdua mengeluarkan Garlas dari bagian belakang taxi. “Cepat, sebelum para penyelundup-penyelundup itu datang!” bisik Ray perlahan. Dalam perjalanan tadi, rupanya Trix telah menyumpal mulut Garlas, dan memborgol kaki dan tangan lelaki itu. Pria itu memang masih pingsan sejak ditembak Trix dengan taser.

Mereka lalu membawa Garlas ke sebuah gudang yang gelap gulita. Kemudian memasukkan lelaki itu ke dalam sebuah peti. Setelah itu, Ray menyuntikkan sebuah cairan melalui lengan Garlas. Cairan ini untuk memberi kekuatan kepada Garlas agar ia bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum selama hampir 2 hari perjalanan. Ray kemudian memasukkan sebuah flash disk berisi data-data yang dicurinya dari rumah Garlas ke dalam kantong pria itu.

Peti ditutup dan Ray menyegelnya. Ada banyak peti  di ruangan itu. Semuanya memiliki tampilan yang sama. Tak ada seorang pun yang bisa mengetahui keberadaan Garlas di salah satu peti itu. Yang membedakan hanyalah lubang-lubang kecil pada peti yang dibuat Ray agar Garlas dapat bernafas.

Peti-peti ini berisi barang-barang mewah yang akan diselundupkan ke Indonesia melalui jalur laut.

Tiba-tiba lampu menyala!

“Who’s that?!”

Ketahuan!

“Thief! Maling! We have thieves here!” teriak orang yang menyalakan lampu, dengan logat Singapuranya yang khas.

Terdengar suara kaki berlari mendekat. Ada 7 orang yang datang. Masing-masing membawa senjata tajam di tangannya!

Ray menyuruh Trix bersembunyi di balik peti-peti.

Lelaki tampan itu tidak panik. Ia pernah menghadapi orang yang jumlahnya lebih banyak daripada sekarang. Saat itu ia membunuh mereka semua. Membunuh memang jauh lebih mudah daripada membiarkan hidup. Tapi ia butuh mereka untuk tetap hidup. Garlas Tambora harus berhasil diselundupkan ke Indonesia.

Serangan pertama pun datang!

Sebuah golok menyambar lehernya. Tetapi sebelum golok itu mencapai lehernya, Ray telah mampu mencengkeram tangan itu, dan dengan sebuah gerakan yang halus dan indah, telah mampu mengunci lengan itu dari belakang.

Klontang!

Golok pun jatuh di lantai. Sebuah kuncian yang membuat penyerang itu tak berdaya. Ray bahkan hanya menggunakan satu tangan untuk mengunci orang itu. Tangan yang satunya lagi telah memungut golok.

Come forward, semua!” tantang Ray dengan logat Singapura yang sempurna.
Sejenak para penyerang itu ragu-ragu. “Kita serang together a? If together he will not win!” kata salah seorang. Yang lain sepakat sambil menganggukkan kepala. Mereka bergerak bersama-sama. Jika orang lain yang menghadapi serangan keroyokan seperti ini, ia tentu akan panik dan ketakutan. Tetapi Ray bukan orang lain. Ia menguasai Gracie Jiu Jitsu, Aikido, Jeet Kune Do, dan Krav Maga dengan sempurna. Ia telah mengalami ratusan bahkan ribuan pertempuran.

Dengan pintar Ray menggunakan orang yang dikuncinya itu sebagai tameng. Ray menyodorkannya ke depan, sehingga para penyerang sejenak ragu karena mereka tidak mau menyerang kawan sendiri.  Keraguan yang sedetik itu dimanfaatkan Ray dengan baik. Kakinya bergerak dengan sangat cepat. Tak ada mata yang sanggup melihat bagaimana tendangan itu dilakukan!

Dalam sekali gerakan, Ray telah melayangkan 3 tendangan masing-masing ke 3 orang penyerangnya. Tendangan yang pertama menghajar dagu penyerang dari sebelah kanan. Tendangan yang kedua menghajar ulu hati penyerang yang berada di depannya. Sedangkan tendangan ketiga menghujam selangkangan seorang penyerang yang mencoba bergerak dari belakang Ray.

Mereka semua jatuh terjengkang dan mengaduh. Tak ada seorang pun dari mereka yang sanggup berdiri!

Sisa 3 orang penyerang lagi. Mereka semua diam tidak bergerak. Dalam hati mereka begitu ketakutan melihat bagaimana orang bertopeng di hadapan mereka ini bergerak.Ia sama sekali tidak pindah dari tempatnya berdiri. Tangan kirinya masih mengunci lawan, sedangkan tangan kanannya memegang golok. Tapi golok itu belum digunakan sekali pun, hanya sebuah kaki  yang bergerak begitu cepat. Ia telah merobohkan 3 orang!

Jika para penyelundup ini tahu kemampuan Ray yang sebenarnya, mereka tentu akan memilih meletakkan senjata secepatnya dan lari terbirit-birit sejauh-jauhnya. Sayangnya mereka tidak tahu. Karena itu mereka pun kini sudah jatuh terkapar pula ketika Ray telah bergerak. Entah bagaimana ia bergerak. Entah bagaimana ia menyerang. Tapi semua orang paham, jika ia bergerak, pada akhirnya lawan-lawannya akan tergeletak dan ia akan berdiri sendirian dengan gagah sebagai seorang pemenang.

Ray lalu menghajar tengkuk orang yang dikuncinya sejak tadi. Lalu perkelahian ini selesai. Semua ini dituliskan dengan sangat mudah, namun gerakan yang Ray buat sama sekali tidak mudah dan sulit dijelaskan.

Ketika Ray menoleh pada Trix, wanita cantik itu sedang asik duduk di atas sebuah peti dan makan roti sandwich. “Eh, orang lain mengadu nyawa, kamu malah makan,” tukas Ray.

“Gue belum sempat makan tadi. Haha,” tawa Trix.

Trix tertawa karena ia tahu, Ray tidak pernah membutuhkan bantuan orang lain ketika berkelahi. Ia pun tahu, jika Ray sedang berkelahi, maka cara terbaik yang bisa ia lakukan hanyalah menontonnya dengan santai. Karena Trix yakin, meskipun langit runtuh pun, Ray pasti akan melindunginya.

oOo

Ray membaca berita di sebuah situs berita di internet. Polisi menemukan Garlas Tambora yang selama ini dicari kepolisian dan KPK. Pegawai tinggi Dinas Perpajakan ini ditengarai melarikan diri karena berusaha menyembunyikan bukti-bukti korupsi beberapa pejabat pemerintah. Penemuan buronan ini terjadi secara tidak sengaja. Ia ditemukan berada di sebuah kapal penyelundup yang selama ini menyelundupkan barang-barang elektronik dari Singapura. Awalnya aparat begitu kaget ketika kapal yang mereka tangkap ternyata berisi buronan Indonesia yang paling dicari.

Mara yang juga ikut membaca, tertawa senang. “Untung kakak bisa membobol masuk rumahnya. Data-data penting sudah berhasil ia hapus dari komputernya sebelum ia kabur. Tapi terima kasih untuk dunia digital, data apapun yang sudah dihapus, bisa dikembalikan asal kita tahu caranya.”

Dari data-data itu, polisi mempunyai bukti untuk membawa beberapa pejabat tinggi ke pengadilan. Ray hanya melengos, “Bukti-bukti ini sangat memberatkan, tapi kita tidak dapat berharap banyak pada pengadilan dan penegakan hukum di Indonesia.”

“Lalu apa yang akan kakak lakukan terhadap para tersangka?”

“Kita tunggu hasil pengadilan. Jika mengecewakan, aku akan membunuh mereka semua.”

Sebuah pesan masuk di page Facebook “Official:Rayden”.

Aditya Warman: Saya tidak tahu bagaimana, tapi saya tahu anda lah yang berperan dalam penangkapan Garlas Tambora. Kami sangat berterima kasih. Apalagi semua data-data dan berkas yang penting, telah kami temukan di sebuah flash disk di dalam kantongnya.

Rayden: Indonesia berhak mendapatkan keadilan.

Aditya Warman: Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih. Bagaimana cara kami membalas jasa-jasa anda?

Rayden: Jadilah penegak hukum yang jujur.

Ray kemudian mematikan sambungan dan menutup Facebooknya.

“Kakak mau kemana?” tanya Mara.

“Mau latihan menembak, di Perbakin,”

“Latihan menembak? Masih perlu latihan? Hahaha.”

“Tidak. Tapi banyak orang yang bisa kakak temui di sana,” jawab Ray santai.
Dan dugaan Ray benar. Banyak sekali orang penting dan kalangan atas yang menjadi anggota klub menembak resmi ini. Ia sangat tertarik untuk meluaskan pergaulannya siapa tahu berguna untuk tugas-tugasnya di masa depan.

Latihan pertama berlangsung dengan sukses. Ray berpura-pura bodoh dalam hal ini sehingga sang pelatih harus mengajarkannya beberapa kali. Tidak banyak orang yang datang hari itu. Tapi Ray cukup puas. Ternyata ada beberapa orang penting di negeri ini yang juga menjadi anggota. Ini diketahuinya saat membaca nama-nama anggota yang tercantum dalam berkas keanggotaan. Ada nama Aditya Warman di sana, tercantum sebagai salah seorang pelatih. Sang inspektur yang sering meminta bantuannya? Hmmm, menarik. Jika berkenalan lebih akrab, tentu akan sangat membantu sekali, pikir Ray. Ia tertarik untuk bertemu sang Inspektur, sayangnya polisi jujur itu tidak datang hari ini.

Sepulang latihan, Ray mampir ke rumah Ayla. Artis sinteron yang cantik itu kebetulan tidak ada jadwal syuting hari ini. Dengan pakaian santainya, Ayla justru terlihat lebih cantik. Begitu membuka pintu untuk Ray, gadis itu pura-pura cemberut.

“Baru muncul sekarang. Tumben masih inget rumah aku,” katanya.

Ray hanya tersenyum. Ia membawa sebuah oleh-oleh dari Singapura berupa beberapa makanan ringan kesukaan Ayla yang tidak dijual di Indonesia. Ia juga membelikan sebuah gaun mahal yang dibelinya di malam penggalangan dana beberapa hari yang lalu. Ayla menerima hadiah itu dengan terpana. Ia tahu gaun seperti ini mahal sekali harganya.

“Terima kasih. Kamu baik banget,” ia berjinjit lalu mencium pipi Ray. “Yuk, ke dalam. Papa Mama lagi ke kantor. Cuma ada pembantu.”

Jika seorang perempuan mengatakan rumahnya sedang kosong, tentulah ia memiliki maksud tertentu. Sebagai seorang lelaki yang berpengalaman, tentu saja Ray tahu ini.

Mereka berdua ngobrol di lantai atas sambil duduk di sofa dan menonton TV kabel. Tambah lama tubuh mereka saling berdekatan. Tambah lama perasaan di hati mereka semakin menghangat. Ayla tak tahu bagimana ia bisa terjatuh dalam pelukan Ray. Pelukan itu begitu lembut, namun terasa begitu kokoh melindunginya. Seolah-olah ia berada dalam sebuah ruang di mana tak ada seorang pun yang mampu menyakiti atau membuatnya bersedih.

Lalu Ray mencium Ayla. Sebuah ciuman yang membawa dalam, hangat, dan menjarah jiwa.

Bukan pertama kali ini Ayla berciuman. Tetapi baru kali inilah sebuah ciuman dapat membawa seluruh jiwanya pergi. Jika Ray meneruskannya, bukan hanya jwa Ayla yang akan ia bawa pergi, tetapi seluruh hidup, impian, kenangan, dan harapan gadis itu akan ia tarik ke dalam black hole tak berujung.

Karena itu Ray berhenti. Ia tidak ingin menghancurkan hidup gadis itu. Perlu perjuangan besar baginya untuk menghentikan semua ini. Karena ia adalah lelaki normal. Ia adalah lelaki sejati yang dapat membuat seluruh wanita di muka bumi ini bertekuk lutut dalam kepatuhan dan gairah tak berujung.

“Kenapa? Kamu gak suka aku ya?” tanya Ayla.

Ia seorang wanita. Seluruh wanita memiliki perasaan. Ketika tiba-tiba seluruh perasaan dipadamkan, maka ia akan menyalahkan dirinya sendiri.

Ray menggeleng. “Justru aku suka banget. Tapi kita udah ngelakuin yang terlarang….,”

Seandainya Ayla mengetahui betapa Ray merasa begitu munafik saat mengatakan kalimat itu, betapa Ray membutuhkan kekuatan yang amat besar untuk menghentikan dorongan perasaannya sendiri yang menggelora, maka Ayla tak akan meneteskan air mata.

Tetapi air mata sudah dijatuhkan.

Karena gadis cantik itu tidak percaya ada lelaki setampan dan sesempurna itu mengatakan bahwa bercinta adalah “terlarang”. Bagaimana mungkin lelaki yang hidup di jaman modern di tengah-tengah kota semegah Jakarta mengatakan hal demikian?

Memangnya elo lulusan pesantren mana? Anggota ormas garis keras? Jangan-jangan elo homo?

Atau kah yang ia katakan hanya alasan belaka? Apakah aku jelek? Mulutku bau? Ketek? Apa aku kurang cantik dibandingin ama yang lain?

Berjuta perasaan perempuan, melebur dalam pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung habisnya. Berujung pada air mata yang ia teteskan di pipinya. Karena jika seorang perempuan tak sanggup lagi berkata-kata, tak sanggup lagi berpikir, yang bisa ia lakukan hanyalah menangis.

Ray menyentuh pipi itu dengan lembut. Mencoba menghapus air mata di pipi gadis cantik itu.

Banyak lelaki mengatakan mereka membenci melihat perempuan menangis. Tetapi sesungguhnya, jauh di lubuk hati mereka, para lelaki sangat bahagia melihat seorang perempuan menangis untuknya. Menangis karenanya.

Karena itulah tanda perempuan itu mencintai laki-laki.

Tapi bagaimana mungkin Ray membiarkan Ayla jatuh cinta padanya?

Ia hadir dalam hidup Ayla hanyalah karena Keisha Vanya. Jika kasus bunuh diri Keisha berhasil diungkapnya, maka secepatnya ia akan menghilang dari hidup Ayla.

Kejam? Memang.

Tapi hidup memang selalu kejam. Ray telah mempelajari kenyataan itu sejak usianya masih sangat belia.

Ayla mendorong tangan Ray menjauh. “Kalo kamu emang gak suka aku, gak perlu pura-pura. Kamu boleh pergi aja. Gak usah datang ke sini lagi. Gak usah nyari aku lagi,” tangisnya tidak mereda.

“Ayla ingin aku jujur?”

Gadis itu mengangguk.

“Aku memang gak cinta ama Ayla. Tapi aku suka banget ama Ayla. Aku masih belum bisa melupakan kenangan masa lalu ku yang sampai sekarang masih menghimpitku. Tapi aku berusaha untuk keluar dari himpitan itu. Masa lalu adalah masa lalu, sesuatu yang harus aku lupain. Untuk itu aku butuh seseorang yang bisa bikin aku kuat. Sekarang mungkin aku belum bisa cinta ama Ayla. Tapi mungkin besok, lusa, minggu depan, tahun depan, entah kapan. Aku pasti bisa.

“Sekarang Ayla udah tahu kenyataannya. Terserah Ayla mau ngomong apa. Terserah Ayla mau nganggep aku apa. Tapi gak sedikit pun aku ada pikiran buat ngerjain atau manfaatin Ayla.”

Ray menatapnya dengan sungguh-sungguh. Siapa pula perempuan di muka bumi ini yang sanggup bertahan dari tatapan ini?

Ayla adalah perempuan.

Karena itu sekali lagi ia jatuh ke dalam pelukan Ray. Tapi kali ini pelukannya memberikan kelegaan perasaan. Ayla bisa mengerti. Lelaki yang memeluknya adalah lelaki yang,“Belum bisa move on, ya?” tanya Ayla. Meskipun ia menangis, ada tawa kecil di sudut bibirnya.

Ray tertawa.

“Siapa dia? Mantanmu itu. Gimana orangnya?”

“Sejak kecil aku dan Mara yatim piatu. Kamu beberapa kali berganti orang tua angkat. Dan orang tua angkat kami yang terakhir memiliki seorang anak perempuan. Namanya Rina,” kisah Ray.

“Rina? Ih nama standar banget. Kayak film Indonesia jadul,” kata Ayla sambil mencibir.

Ray tertawa lagi. Tentu saja ia tidak perlu bercerita bahwa Rina adalah putri tunggal dari seorang oyabun (boss) Yakuza yang paling ditakuti di Jepang. Oyabun ini memang ayah angkatnya. Bagaimana mungkin ia boleh jatuh cinta pada putri ayah angkatnya?Meskipun tiada hubungan darah, hal ini dianggap sebagai hal yang tabu.

Cinta Ray begitu dalam terhadap Rina. Mungkin karena itulah Ray tidak pernah mau terikat kepada wanita lain. Sebab, jika seorang laki-laki telah menyerahkan hatinya, maka ia telah menyerahkan seluruh hidupnya. Alangkah miripnya laki-laki dan perempuan. Tapi mengapa begitu berbeda?

“Cantikan mana ama aku?” tanya Ayla lagi.

“Tentu aja cantikan kamu,” kata Ray.

“Trus kok kamu gak bisa lupain dia?”

“Karena hatiku udah dibawa kabur duluan ama dia. Ini masih berusaha ngerebut kembali.”

“Ih, kayak lagu ‘Halo-Halo Bandung’. Jangan lama-lama ngerebutnya. Ntar aku bosen nungguin,” kata Ayla.

“Siap, boss!”

Bukan hal yang sulit bagi Ray untuk merayu perempuan. Sebentar saja Ayla sudah lupa dengan kesedihannya, dan mulai mengobrol ngalor-ngidul. Ray mulai menjalankan rencananya, yang merupakan tujuan sebenarnya.

“Eh, denger-denger sebelum Keisha meninggal ia ada rencana pindah ke luar negeri ya?” tanya Ray.

“Kamu tau dari mana?”

“Dari beberapa temen yang juga kenal ama dia. Sesama pemain sinteron.”

“Iya sih. Kata Keisha udah gak betah.”

“Kenapa gak betah?”

“Aku sebenarnya gak boleh ngomongin ini…..”

“Duh tambah penasaran. Emang kenapa sih?” tanya Ray tanpa ada kesan mencurigakan.

“Dia itu…, mmmm, bispak….,”

“Bisa pakai?”

Tentu saja artinya bisa dipakai untuk memuaskan nafsu.

Ayla mengangguk.

“Beneran?” Ray seolah tidak percaya.

“Artis-artis jaman sekarang kebutuhannya besar banget. Gimana caranya dia bayar kondo, atau beli mobil sport mewah kayak gitu? Emang bayarannya sebagai artis sinetron berapa? Belum make up, belum baju, belum tas….”

Ah, jadi ini kuncinya. Ray sebenarnya sudah curiga. Tapi ia butuh keterangan yang memperkuat dugaannya itu.

“Kalo artis-artis bispak kayak gitu, mestinya ikut jaringan tersendiri gitu yah. Kayak yang kemarin heboh ada artis ketahuan…..,” pancing Ray.

“Iya. Yang gue denger sih, sekarang jaringannya diperketat. Udah gak sebebas dulu. Soalnya yang pake jasa mereka itu pejabat-pejabat kelas atas. Kalo jaringan ini bocor bisa bahaya. Gue yakin Keisha bunuh diri gara-gara gak kuat lagi hidup kayak gitu. Dia orang yang baik banget sebenarnya. Terjerumus gara-gara butuh uang untuk gaya hidup.”

Perempuan yang rusak hidupnya gara-gara uang, mestinya bukan cuma Keisha saja. Begitu banyak perempuan di dunia ini yang mengalaminya. Sejak dahulu sampai sekarang, uang dan kemewahan adalah permasalahan utama dalam kehidupan mereka. Hal ini akan tetap menjadi permasalahan para wanita hingga ribuan tahun ke depan.

“Trus kenapa dia gak betah?”

“Katanya uangnya udah cukup. Udah bisa modalin usaha keluarganya. Dia pengen kembali ke jalan yang bener, sayang gak bisa. Sekali masuk ke dalam jaringan kayak gitu, kita gak bakalan bisa keluar dengan mudah,” jelas Ayla.

“Hmmm, kasian ya…, eh, pacarnya tau nggak kalo Keisha itu punya kegiatan gitu?”

“Setahu gue sih nggak. Keisha pintar banget nutupinya. Gue inget sempat membahas ini ama Keisha. Gue bilang dia harus hati-hati, karena jika pacarnya tau, hubungan mereka bisa berantakan.”

Dengan kenyataan ini, ada banyak kemungkinan yang bisa Ray buat atas penyebab kematian Keisha. Pacar yang cemburu, jaringan prostitusi yang berbahaya, pelanggan yang merasa terancam, keluarga yang malu, saingan yang cemburu, dan lain-lain. Dari sini, Ray bisa mengembangkan kasus ini dengan cukup mudah.

“Trus kalo Keisha pindah ke luar negeri, dia mau kerja apaan?”

“Katanya sih menulis. Dia hubungi banget menulis. Cuman dia gak suka pake komputer,” tawa Ayla.

“Lah nulis di buku?”

“Iya. Malahan rapi banget kalo nulis diary,”

Diary! Ray tidak melihat buku apapun saat ia masuk ke dalam ruangan gadis itu. Seseorang pasti telah mengambilnya!

“Berarti banyak dong diarynya?”

“Setumpuk. Kalo udah penuh disimpen di dalam lemari.”

Ya. Lemari itu sudah kosong saat Ray memeriksanya.

Menarik. Sungguh menarik!

“Kamu gak cerita ini ke polisi?” tanya Ray.

“Ngapain harus cerita?”

“Siapa tau bisa jadi petunjuk baru.”

“Petunjuk baru apaan?”

“Kali-kali aja dia nulis apa gitu di diary yang bisa jadi petunjuk baru….,”

“Iya petunjuk apa? Ih kamu gak jelas deh,” tukas Ayla sambil cemberut.

Bagaimana mungkin Ray menjelaskan tentang kriminalitas kepada Ayla? Gadis polos itu sendiri sudah yakin bahwa sahabatnya bunuh diri.


Akhirnya Ray hanya bisa mengubah arah pembicaraan. 


10 comments:

  1. Kisah yang menarik..... Lanjutkan bung

    ReplyDelete
  2. Mantap Mas..... Lanjut, versi lain dari cio san .....

    ReplyDelete
  3. apa kasus artis ini pembuka dari alur cerita utama?, atau alur cerita utamanya malah belum mulai samasekali?

    ReplyDelete
  4. kalo boleh ngasih sedikit masukan nih Boss, mungkin bisa dipertimbangin nanti ada 1 atau 2 BAB dimana tokoh Ray malah ga masuk samasekali, tapi disitu nyeritain soal temenya, adiknya, atau musuhnya, thanks... terus maju Boss!..

    ReplyDelete
  5. Mantap suhu... D tggu lanjutannya...

    ReplyDelete
  6. Kapan dilanjutin suhu? Sampe lupa ceritanya... Semangat suhu

    ReplyDelete
  7. Masih menanti lanjutan ciosan versi modern

    ReplyDelete