Pesta di klub malam “Gold Snow” baru
saja usai. Para clubbers pun pulang dalam keadaan setengah mabuk, atau mabuk
total.
Ray sedang berjalan keluar dengan
santai ketika ia melihat ada keributan di tempat parkir klub itu. Dua orang
laki-laki, dan seorang perempuan. Sekali pandang saja ia sudah tahu apa yang
terjadi. Ia melihat sekeliling dan dilihatnya beberapa satpam berada di pojok
gedung, namun mereka tidak berbuat apa-apa. Tugas mereka hanyalah mengamankan
gedung ini beserta pengunjung yang berada di dalamnya. Apa pun yang terjadi di
luar gedung, bukan urusan mereka.
“Anton, gue udah bilang, jangan gangguin gue lagi, kta udah gak hubungan
apa-apa,” seru si gadis. Umurnya antara 25-30.
“Lena, please, gue mohon dengerin gue satu kali ini saja,” kata laki-laki
yang bernama Anton.
“Loe minggat dari sini, atau gue hajar?” kata laki-laki yang satu lagi
sambil mencengkeram baju Anton.
Ray sudah bisa membaca keadaan.
Anton adalah lelaki yang baru saja diputusin Lena. Sedangkan lelaki yang
mengancam Anton tadi tentu saja adalah pacar baru Lena. Ray tetap berjalan
dengan santai, jika ada 2 orang lelaki berkelahi, ia memang tidak pernah
melerai.
Anton masih memaksa untuk maju
dan berbicara dengan Lena yang berada di belakang pacar barunya,
Baaaaaam!!!!
Pukulan sudah terlayangkan.
Anton jatuh terkulai dengan bibir
pecah. Lelaki yang menghajarnya itu masih menendangnya pula. “Ryan! Udah ah!”
teriak Lena mencoba menghentikan gerak pacarnya itu. Mungkin karena masih
emosi, tangan Ryan mendorong Lena ke belakang hingga gadis cantik itu hampir
terjembab. Untung Ray sudah ada di belakangnya dan menangkap gadis itu sehingga
ia tidak terjatuh.
Orang-orang sudah mulai berkerumun ramai melihat tontonan gratis ini. Merasa
di atas angin, Ryan hendak menendang Anton lagi ketika sebuah gerakan kecil
menariknya ke belakang. Hanya sebuah gerakan kecil, tetapi membuat Ryan sudah
berada jauh dari korbannya.
“Sudah cukup, bro.” kata Ray
pelan.
“Loe jangan ikut campur!
Minggir!” teriak Ryan dengan marah.
Ray hanya berdiri di situ sambil
tersenyum. Kepalanya sedikit miring ke kanan. Tubuhnya sangat santai tetapi ia
sudah siap untuk segala hal. Begitu Ryan merengsek maju, entah bagaimana,
tahu-tahu dengan sekali gerak Ray telah berhasil memiting tangannya ke
belakang. Sebuah kuncian pada lengan yang terkenal dengan sebutan ‘Kimura’.
“Kalo loe gak pergi, gue bakalan
matahin tangan ini beserta tulang-tulang loe yang lain.” Perkataan ini
diucapkan dengan tenang sekali. Tetapi Ryan tahu, orang yang mengatakannya
sanggup melakukannya dengan sangat cepat.
“I…iyaaa..bang, iya…bang…,” jawab
Ryan terbata-bata. Ray mendorongnya pergi. Ryan segera meraih tangan Lena dan
pergi dari situ. Tapi ia masih sempat menoleh penuh dendam pada Ray. Kedua
pasangan itu menerobos kerumunan orang yang ramai menonton kejadian itu, lalu
kemudian masuk ke dalam mobil. Sebuah Mercedez Bens terbaru yang harganya
sangat mahal.
Orang-orang pun bubar. Kejadian
perkelahian di sebuah klub mahal adalah sebuah hal yang biasa tapi cukup
menghibur bagi mereka.
Ray menoleh pada Anton yang masih
tergeletak di aspal jalan. Dengan hati-hati ia membantu pria muda itu duduk.
Darah memenuhi wajahnya.
“Maaf, ada yang bawa Aqua?” tanya
Ray kepada beberapa orang yang berada di situ.
Seorang gadis lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Bukan sebotol
Aqua melainkan tissue basah. Ia menyodorkannya kepada Ray, “Ini aja bang.” Ray
tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Anak muda jaman sekarang rupanya selalu
membawa tissue basah ke mana-mana. Dalam hati ia tertawa.
“Terima kasih, Nina,” katanya.
“Eh, abang tau nama aku dari
mana?” tanya gadis itu.
“Siapa sih yang gak kenal ama
Nina,” kata Ray santai sambil membersihkan darah yang berada pada wajah Anton.
Darah ini sangat menyedihkan.
Bukan karena banyaknya, atau karena lukanya. Melainkan karena darah ini bercampur
dengan air mata.
Nona yang bernama Nina itu masih
tersenyum-senyum sendiri saat teman-temannya yang lain tertawa menggodanya.
Dipuji oleh lelaki setampan Ray, tak ada seorang perempuan yang tidak senang
hatinya. Nina dan teman-temannya hanya bisa memandang Ray dengan kagum. Tampan,
tinggi, berkulit cerah, dan tegap. Ketampanan Ray adalah sebuah ketampanan yang
gagah dan jantan. Ia pun sigap dan
pemberani. Senyumnya simpatik dan tatapan matanya tulus. Sepanjang hidup
mereka, mungkin baru kali ini mereka ketemu dengan cowok seperti ini. Membuat
wanita melting luar dalam.
Ray membantu Anton berdiri dan
bertanya, “Di mana kamu parkir motor?”
“Di sana bang,” kata Anton sambil
menunjuk ke sebuah tempat.
“Bisa jalan sendiri?”
Anton mengangguk. “Terima kasih
banyak atas bantuannya bang. Terima kasih banget…,”
Ray membiarkannya pergi. Meski
tertatih-tatih, pria muda itu tetap melangkah ke depan. Bukankah ini sebuah
pemandangan yang menyedihkan namun indah? Seorang laki-laki yang terpukul jatuh
namun masih sanggup berdiri melanjutkan hidupnya meski ia tertatih-tatih. Di
dalam hatinya, Ray telah memutuskan untuk menolong lelaki itu.
Ketika Ray hendak pergi, Nina
malah maju ke depan dan kembali bertanya, “Serius, abang tau nama aku dari
mana?”
Ray kembali tersenyum. Katanya,
“Aku gak cuma tau namamu, aku juga tau kalo kamu berbohong pada orang tuamu dan
berkata ingin nginep di rumah teman untuk ngerjain tugas. Padahal kamu pergi
clubbing.”
Nina dan teman-temannya
terbengong-bengong.
Ray menekan tombol di kunci mobilnya.
Sebuah alarm kecil berbunyi dari mobil Jaguar hitam di sampingnya. “Byee!”
Mereka masih terbengong.
“Jangan sering-sering bohong ama
orang tua. Jaga diri baik-baik. Kehidupan gak semenyenangkan yang kalian kira.”
Ia lalu masuk ke mobil hitam itu
dan menghilang dari sana. Meninggalkan beberapa orang perempuan yang hatinya
telah tersentuh dengan amat sangat dalam.
Mereka bukan perempuan pertama
yang mengalami ini. Mereka pun bukan perempuan yang terakhir. Setiap perempuan
di dalam hidup Ray pasti pernah mengalami perasaan seperti ini.
oOo
Ketika mobilnya berada di jalan,
Ray segera menekan sebuah tombol pada DVD set di dalam mobilnya. Layar menyala
dan muncul tulisan “Calling Mara…”
Setelah menunggu sebentar,
panggilan itu tersambung dan muncul wajah seorang gadis berkacamata di layar. Wajahnya
sangat cantik, dengan rambutnya yang dicat putih yang bersinar terang, ia
terlihat bagaikan tokoh dalam film kartun Jepang. Matanya besar dan bercahaya.
Ia seperti selalu tersenyum.
“Adek belum tidur?” sebuah pertanyaan
lucu karena Ray tahu dengan pasti bahwa adik kesayangannya itu memang belum
tidur jam segini. Sejak dahulu ia
memang tidak pernah bisa tidur di malam hari.
Mara hanya tertawa saat ditanya
seperti itu. “Ada apa, kak?”
“Sambungan kita udah secure belum?”
“Oh belum. Mau dibikin secure?” tanya Mara.
“Ho-oh.”
Mara segera menekan sebuah
tombol, lalu layar itu mati. Beberapa detik kemudian sudah menyala lagi.
“Udah!” kata Mara sambil tersenyum.
Ray segera mengeluarkan sebuah
dompet dari kantongnya. Dompet itu diambil dari Ryan setelah ia memiting tangan
pemuda itu. “Coba cek kartu kredit ini. Kakak minta detailnya. Cek juga dia
punya saldo berapa di bank.”
Ray lalu menggesek kartu itu di
sebuah alat kecil yang tersembunyi dibalik dashboard mobilnya. Mara hanya
tertawa mendengar itu. Data yang dikirmkan Ray segera ia terima di Macbooknya.
Diperlukan beberapa menit untuk meretas seluruh datanya.
“Udah! Wow!” seru Mara.
“Berapa?”
“Tabungannya 1,7 Milyar. Buseeet.
Banyak banget untuk anak seumuran dia.”
“Ambil semua. Pake kartu
kreditnya juga. Jadiin cash
sebisanya,” kata Ray sambil tertawa.
“Ini anak lagi ketiban sial apa
nih ketemu kakak?” tanya Mara.
Ray hanya tertawa. Mara bertanya
lagi, “Mau langsung dibagi-bagi apa taruh rekening biasanya dulu?”
“Langsung bagi dulu. Kirimin ke
pak Narno yang rumahnya digusur pemerintah tanpa ganti rugi itu. Masih inget
kasus kemarin kan?”
“Iya lah.”
“Kirimin juga ke bu Yanti.
Anaknya sakit dan butuh biaya kemoterapi.”
Mara mengangguk. Ia mengetik
sebentar di komputernya lalu berkata, “Udah!”
“Pastikan semua secure dan gak
bisa dilacak ya,” kata Ray.
“Kalo itu sih gak perlu diomongin
lagi, kak!” tawa Mara.
“Simpan uang sisanya. Kakak mau
menggunakan uang Ryan untuk menolong orang yang ia sakiti.”
“Beres!”
“Ya udah. Kakak pulang sekarang.”
“Okeeee.”
oOo
Rumah Ray dan Mara adalah sebuah yacht kecil namun mewah. Berada di
dermaga kecil pinggiran Jakarta yang khusus mereka disewakan untuk yacht-yacht sejenis ini. Ray sudah mandi
dan memakai baju tidurnya. Mara masih berada di depan laptop. Ia berada di
kursi roda. Sejak kecil nona cantik jelita ini memang sudah lumpuh. Sebuah
peluru pernah menembus tulang belakangnya.
Ray menceritakan segala kejadian
yang dialaminya malam tadi. Mara tertawa, “Itu si cewek yang namanya Nina pasti
bengong sepanjang malam,”
Ray tertawa, “Adek bisa tau
gimana kakak bisa nebak itu semua?”
Mara berpikir sebentar, “Untuk
masalah deduksi, kakak jauh lebih hebat dari adek. Tapi ini kayaknya hal yang
cukup mudah. Mengenai nama, kakak mungkin bisa tau dari rajutan di tasnya. Atau
sweaternya. Eh gak mungkin sweater. Gak ada cewek yang clubbing pake sweater. Pasti dari tas, atau apa aja yang ada
tulisan namanya.”
“Terus?”
“Mengenai ia berbohong ke orang tua, hmmmm, mungkin karena dia gak dandan. Biasanya
kalo cewek ke club itu mesti dandan maksimal.”
“Ada benernya sih. Tapi kakak tau
namanya karena pas di club tadi kakak dengerin mereka bercakap-cakap. Kelompok
itu rame banget. Ngobrol sambil teriak-teriak. Sambil minum-minum. Yah, kakak
sempat denger mereka neriakin namanya dan mengajak dia joget,” jelas Ray sambil
tertawa.
“Haha. Joget. Kayak dangdutan
aja. Terus kakak tau dari mana kalo ia bohong ke orang tua?”
“Ya, adek benar dari dandanan. Ia dandan kok. Cuma aja baju seksinya agak
kebesaran. Kemungkinan besar dia minjem baju temennya. Tadi sekilas kakak liat
baju itu lebih cocok dipake ama temannya. Berarti kayaknya si Nina itu pinjam
ke dia. Nah, udah jelas kalo si Nina ini dandannya gak dari rumahnya sendiri.
Pasti dandannya di rumah si temen. Kenapa gak dandan dari rumah? Karena ia
pasti takut ketahuan bokap-nyokapnya.”
Mereka ngobrol-ngobrol sebentar hingga Ray tertidur di sofa nyaman di
sebelah adiknya. Sang adik memandang wajah kakaknya itu dengan penuh sayang dan
hormat. Selama ini mereka selalu bersama dalam segala penderitaan. Tidak sekali
pun kakaknya ini mengecewakannya. Dan ia telah berjanji untuk tidak
mengecewakan kakaknya ini pula.
Kehidupan telah mendidik mereka
dengan sangat keras.
oOo
Matahari telah meninggi. Mara
baru saja terlelap di kamarnya. Ray bangun dan nyantai sebentar. Setelah itu ia
ke bagian depan kapal dan menikmati matahari pagi yang terik. Kulitnya yang
cerah kini terbakar matahari yang sangat terik. Ia lalu berolah raga selama
setengah jam. Hampir tiap hari ia selalu melakukan ini. Ia sangat mempercayakan
hidupnya pada kemampuan tubuhnya sendiri. Karena itu ia tidak pernah berhenti
untuk melatihnya dengan keras.
Ada banyak rajah tubuhnya. Di
kedua bahu bagian depan, terdapat lambang Tomoe di kiri dan kanan. Di bagian
punggung terdapat rajah seorang dewa Jepang bernama Raijin. Rajah ini dibuat
secara tradisional langsung oleh seorang maestro rajah Jepang. Dan bukan Ray
yang memilih gambar itu. Menurut tradisi, sang maestro rajah sendiri lah yang
memilihkan gambar itu bagi orang yang akan ia rajah, berdasarkan sifat dan
karakter yang dibaca oleh sang maestro mengenai orang itu. Prosesnya sangat
menyakitkan dan lamanya bisa hingga berbulan-bulan. Apalagi untuk ukuran rajah
di panggung Ray yang besarnya hampir menutupi seluruh tubuh bagian belakangnya.
Rajah ini sangat indah dengan
warna-warni yang mengagumkan. Sangat pas dengan warna kulit Ray yang putih
kecoklatan. Jika orang lain yang memiliki rajah seperti ini, ia akan terlihat
seram dan menakutkan. Tetapi Ray justru terlihat anggun dan indah.
Di kedua lengan bagian atas
terdapat rajah bernuansa tribal yang ia buat di Brazil. Seorang tetua suku
Amazon yang membuatkannya. Prosesnya punsama kuno dan sama menyakitkannya
dengan rajah-rajah yang lain. Rajah tribal ini menyatu dengan rajah lambang
Tomoe yang berada di kedua bahunya.
Setelah pemenasan, Ray masuk
kembali ke dalam. Dari situ ia
menuju ke ruang belakang. Ternyata ada sebuah gym kecil di sana. Ia berlatih beban selama berjam-jam. Karena
itulah tubuhnya begitu tegap dan berotot. Meskipun otot-otot itu tidak sebesar
para binaragawan, namun cukup untuk mematahkan tulang manusia atau melepaskan
sendi-sendi mereka.
Setelah berlatih beban, ia lalu
menghajar orang-orangan kayu yang ada di ruangan itu. Jika dilihat dengan lebih
teliti, betapa orang-orangan kayu ini sudah memiliki pesok di berbagai tempat.
Ray telah menghajar boneka kayu ini ribuan bahkan jutaan kali.
Begitu latihan pukul dan tendang
itu selesai, ia kemudian berlatih salto dan koprol. Siapa pun yang melihat ia
melakukannya pasti menganggapnya atlit senam kelas nasional. Tapi gerakan ini
bukanlah gerakan senam, melainkan gerakan parkour.
Ia telah mencintai “olah raga” itu sejak dulu.
Setelah pendinginan tubuh
selesai, Ray pergi ke dapur dan membuat jus. Ia selalu makan makanan yang
sehat. Ia percaya hal itu sangat mempengaruhi kebugaran tubuhnya. Sambil minum
jus. Tak lupa ia menyiapkan makan untuk ia dan adiknya. Sekerat roti gandung,
dan telur setengah matang. Segelas susu kambing dan jus pun sudah ia letakkan
di meja makan untuk adiknya.
Ray lalu pergi mandi dan membersihkan diri. Tubuhnya harus sekali.
Sebuah keharuman campuran vanilla dan buah-buahan yang segar. Alami, lembut,
dan elegan sekali. Ia selalu menyukai aroma wangi. Setelah itu ia lalu duduk di
hadapan komputer. Membaca segala berita terbaru tentang apa saja. Daya ingin
tahunya sangat kuat. Karena itu ia menyukai topik apa saja. Dan sekali baca, ia
akan langsung ingat dan jarang sekali bisa lupa. Selain kebugaran tubuhnya, hal
yang paling penting di dalam kehidupannya adalah otaknya. Kedua hal ini yang
membuat Ray menjadi seperti sekarang ini.
Lama ia membaca berita dan
sekedar melihat-lihat Wikipedia. Setelah itu ia baru membuka Facebook. Akun
page Facebook ini atas nama Rayden yang berarti “dewa petir”. Tak banyak orang
mampir ke page ini. Mereka yang
mampir pasti memiliki persoalan. Ray meneliti bagian inbox nya. Dan di bagian paling atas ia melihat nama yang
dinantinya. Anton Handika. Ia pun tersenyum.
Anton Handika: Halo. Saya cuma mau nanya. Page ini betulan apa cuma
sekedar iseng?”
Begitu isi pesan dari Anton
Handika. Ray telah menyelipkan sebuah kartu nama ke kantong jaket pemuda malang
itu tadi malam. Cara menyelipkannya pun sangat cepat. Sama cepatnya ketika ia
mengambil dompet milik Ryan. Dan ia pun yakin tak ada sidik jari yang akan
mereka temukan. Ia tahu caranya. Ia sangat ahli dalam masalah ini.
Kartu nama itu tentu saja tidak
bertuliskan namanya. Tulisannya hanyalah:
NEED HELP?
Kirim message ke page Facebook: https://www.facebook.com/Official-Rayden-878028578942265/
Anton pasti telah menemukan kartu
itu dari dalam kantong jaketnya. Ray kemudian membalas
Rayden: Jika anda menerima kartu nama kami, maka anda memang memerlukan
bantuan kami.
Sambil menunggu balasan, Ray
kemudian membaca-baca lagi pesan yang lain. Ada beberapa pesan yang menarik.
Salah satunya dari seorang gadis bernama Elsa Mulia. Pesannya singkat:
“Temenku bunuh diri. Tapi
aku yakin ia dibunuh. Kalo anda dapat menolong, mohon cari tahu siapa
pembunuhnya. Hidup saya tidak akan tenang sebelum semua ini terbongkar.”
Cukup banyak orang yang menghubunginya lewat inbox. Sebagian besar karena
mereka mendengar tentang page ini dari orang yang pernah dibantunya. Sebagian
yang lain pernah menemukan kartu namanya. Ada pula yang mungkin telah mendengar
tentang aksinya dan mencari tahu lebih dalam. Selama ini nama “Rayden” telah
tersebar di dunia maya bagaikan sebuah urban
legend. Lebih tepatnya “cyber legend”.
Semua karena orang yang dibantunya tidak lah sedikit, namun tak ada satu pun
orang yang mengenal jati dirinya.
Akhirnya balasan dari Anton pun tiba:
Anton Handika: Apakah ini bukan penipuan?
Rayden: Kami tidak meminta uang anda. Tidak juga meminta anda untuk
melakukan apa-apa untuk kami. Terserah mau percaya atau tidak.
Kesempatan ini hanya datang satu kali.
Cukup lama Anton tidak menjawab. Ray tahu, pemuda ini pasti sedang berpikir
untuk mengambil sikap.
Anton Handika: Baik. Saya percaya. Apa yang harus saya lakukan?
Rayden: Apa permasalahan anda?
Anton Handika: Saya baru abis putus cinta. Saya ingin pacar saya
kembali.
Rayden: Dalam 3 hari kami akan menghubungi anda. Satu hal yang kami
bisa jamin, kami tidak akan membuat anda melakukan tindakan kriminal. Selama
anda mengikuti petunjuk kami, semua akan baik-baik saja.
Anton Handika: Oke.
Rayden: Tetapi kami mempunyai beberapa persyaratan.
Anton Handika: Apa itu?
Rayden: Anda dilarang bercerita kepada orang lain mengenai kami. Dan
anda harus menuruti petunjuk kami dalam masalah-masalah anda tanpa banyak
bertanya. Setelah masalah anda selesai, berjanjilah untuk membantu orang lain
sebisa anda. Sepakat?
Anton Handika: Sepakat.
Rayden: Bagus. Tunggu kabar kami dalam 3 hari.
Anton Handika: Baik. Terima kasih.
Ray kemudian menutup page
Facebook itu. Alangkah mengharukan melihat bagaimana orang rela melakukan
apapun hanya agar mendapatkan kembali cintanya yang hilang. Anton tidak sendirian di dunia ini. Ada jutaan
orang yang mengalaminya. Bahkan Ray sendiri pernah mengalaminya. Karena itu ia
mengerti sekali rasanya. Apakah karena hal ini pula hatinya tergerak untuk
membantu Anton?
Ia sendiri tak mampu menjawab. Permasalahan cinta memang tak pernah bisa
dijawab oleh mereka yang mengalaminya. Hanya ketika cinta itu sudah lenyap dari
hati mereka, baru mereka dapat menjawabnya. Selama cinta itu masih
hadir, manusia terkadang menjadi bodoh dan tolol.
Ray lalu mengetik sebuah pesan
untuk Mara melalui jalur secure yang
biasa mereka gunakan. Setelah itu ia
berganti baju dan pergi ke luar. Hari telah menjelang siang. Jakarta sangat
panas, apalagi di tepian dermaga seperti ini. Tidak banyak orang yang berada di
dermaga kecil nan mewah itu. Karena para pemilik yacht ini mempunyai rumahnya sendiri-sendiri. Mereka hanya menyewa
tempat itu untuk memarkir yacht
mereka.
Setelah bertegur sapa dengan beberapa pengolola dermaga private itu, Ray menuju ke mobilnya yang
berada di ruangan parkir khusus. Jaguarnya kemudian melaju dengan cukup kencang
sebelum kemacetan Jakarta akhirnya memaksanya untuk melambat. Ia
mempunyai janji makan siang dengan seorang sosialita cantik hari ini.
oOo
semoga di beri kesehatan dan waktu agar karyanya selalu hadir disini
ReplyDeleteKapan ada lanjutannya mas....
ReplyDelete