Monday, August 15, 2016

BAB 1


Pesta di klub malam “Gold Snow” baru saja usai. Para clubbers pun pulang dalam keadaan setengah mabuk, atau mabuk total.

Ray sedang berjalan keluar dengan santai ketika ia melihat ada keributan di tempat parkir klub itu. Dua orang laki-laki, dan seorang perempuan. Sekali pandang saja ia sudah tahu apa yang terjadi. Ia melihat sekeliling dan dilihatnya beberapa satpam berada di pojok gedung, namun mereka tidak berbuat apa-apa. Tugas mereka hanyalah mengamankan gedung ini beserta pengunjung yang berada di dalamnya. Apa pun yang terjadi di luar gedung, bukan urusan mereka.

“Anton, gue udah bilang, jangan gangguin gue lagi, kta udah gak hubungan apa-apa,” seru si gadis. Umurnya antara 25-30.

“Lena, please, gue mohon dengerin gue satu kali ini saja,” kata laki-laki yang bernama Anton.

“Loe minggat dari sini, atau gue hajar?” kata laki-laki yang satu lagi sambil mencengkeram baju Anton.

Ray sudah bisa membaca keadaan. Anton adalah lelaki yang baru saja diputusin Lena. Sedangkan lelaki yang mengancam Anton tadi tentu saja adalah pacar baru Lena. Ray tetap berjalan dengan santai, jika ada 2 orang lelaki berkelahi, ia memang tidak pernah melerai.

Anton masih memaksa untuk maju dan berbicara dengan Lena yang berada di belakang pacar barunya,

Baaaaaam!!!!

Pukulan sudah terlayangkan.

Anton jatuh terkulai dengan bibir pecah. Lelaki yang menghajarnya itu masih menendangnya pula. “Ryan! Udah ah!” teriak Lena mencoba menghentikan gerak pacarnya itu. Mungkin karena masih emosi, tangan Ryan mendorong Lena ke belakang hingga gadis cantik itu hampir terjembab. Untung Ray sudah ada di belakangnya dan menangkap gadis itu sehingga ia tidak terjatuh.

Orang-orang sudah mulai berkerumun ramai melihat tontonan gratis ini. Merasa di atas angin, Ryan hendak menendang Anton lagi ketika sebuah gerakan kecil menariknya ke belakang. Hanya sebuah gerakan kecil, tetapi membuat Ryan sudah berada jauh dari korbannya.

“Sudah cukup, bro.” kata Ray pelan.

“Loe jangan ikut campur! Minggir!” teriak Ryan dengan marah.

Ray hanya berdiri di situ sambil tersenyum. Kepalanya sedikit miring ke kanan. Tubuhnya sangat santai tetapi ia sudah siap untuk segala hal. Begitu Ryan merengsek maju, entah bagaimana, tahu-tahu dengan sekali gerak Ray telah berhasil memiting tangannya ke belakang. Sebuah kuncian pada lengan yang terkenal dengan sebutan ‘Kimura’.

“Kalo loe gak pergi, gue bakalan matahin tangan ini beserta tulang-tulang loe yang lain.” Perkataan ini diucapkan dengan tenang sekali. Tetapi Ryan tahu, orang yang mengatakannya sanggup melakukannya dengan sangat cepat.

“I…iyaaa..bang, iya…bang…,” jawab Ryan terbata-bata. Ray mendorongnya pergi. Ryan segera meraih tangan Lena dan pergi dari situ. Tapi ia masih sempat menoleh penuh dendam pada Ray. Kedua pasangan itu menerobos kerumunan orang yang ramai menonton kejadian itu, lalu kemudian masuk ke dalam mobil. Sebuah Mercedez Bens terbaru yang harganya sangat mahal.

Orang-orang pun bubar. Kejadian perkelahian di sebuah klub mahal adalah sebuah hal yang biasa tapi cukup menghibur bagi mereka.

Ray menoleh pada Anton yang masih tergeletak di aspal jalan. Dengan hati-hati ia membantu pria muda itu duduk. Darah memenuhi wajahnya.

“Maaf, ada yang bawa Aqua?” tanya Ray kepada beberapa orang yang berada di situ.

Seorang gadis lalu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Bukan sebotol Aqua melainkan tissue basah. Ia menyodorkannya kepada Ray, “Ini aja bang.” Ray tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Anak muda jaman sekarang rupanya selalu membawa tissue basah ke mana-mana. Dalam hati ia tertawa.
“Terima kasih, Nina,” katanya.

“Eh, abang tau nama aku dari mana?” tanya gadis itu.

“Siapa sih yang gak kenal ama Nina,” kata Ray santai sambil membersihkan darah yang berada pada wajah Anton.

Darah ini sangat menyedihkan. Bukan karena banyaknya, atau karena lukanya. Melainkan karena darah ini bercampur dengan air mata.

Nona yang bernama Nina itu masih tersenyum-senyum sendiri saat teman-temannya yang lain tertawa menggodanya. Dipuji oleh lelaki setampan Ray, tak ada seorang perempuan yang tidak senang hatinya. Nina dan teman-temannya hanya bisa memandang Ray dengan kagum. Tampan, tinggi, berkulit cerah, dan tegap. Ketampanan Ray adalah sebuah ketampanan yang gagah dan jantan. Ia pun sigap dan pemberani. Senyumnya simpatik dan tatapan matanya tulus. Sepanjang hidup mereka, mungkin baru kali ini mereka ketemu dengan cowok seperti ini. Membuat wanita melting luar dalam.

Ray membantu Anton berdiri dan bertanya, “Di mana kamu parkir motor?”

“Di sana bang,” kata Anton sambil menunjuk ke sebuah tempat.

“Bisa jalan sendiri?”

Anton mengangguk. “Terima kasih banyak atas bantuannya bang. Terima kasih banget…,”

Ray membiarkannya pergi. Meski tertatih-tatih, pria muda itu tetap melangkah ke depan. Bukankah ini sebuah pemandangan yang menyedihkan namun indah? Seorang laki-laki yang terpukul jatuh namun masih sanggup berdiri melanjutkan hidupnya meski ia tertatih-tatih. Di dalam hatinya, Ray telah memutuskan untuk menolong lelaki itu.

Ketika Ray hendak pergi, Nina malah maju ke depan dan kembali bertanya, “Serius, abang tau nama aku dari mana?”

Ray kembali tersenyum. Katanya, “Aku gak cuma tau namamu, aku juga tau kalo kamu berbohong pada orang tuamu dan berkata ingin nginep di rumah teman untuk ngerjain tugas. Padahal kamu pergi clubbing.”

Nina dan teman-temannya terbengong-bengong.

Ray menekan tombol di kunci mobilnya. Sebuah alarm kecil berbunyi dari mobil Jaguar hitam di sampingnya. “Byee!”

Mereka masih terbengong.

“Jangan sering-sering bohong ama orang tua. Jaga diri baik-baik. Kehidupan gak semenyenangkan yang kalian kira.”

Ia lalu masuk ke mobil hitam itu dan menghilang dari sana. Meninggalkan beberapa orang perempuan yang hatinya telah tersentuh dengan amat sangat dalam.

Mereka bukan perempuan pertama yang mengalami ini. Mereka pun bukan perempuan yang terakhir. Setiap perempuan di dalam hidup Ray pasti pernah mengalami perasaan seperti ini.

oOo

Ketika mobilnya berada di jalan, Ray segera menekan sebuah tombol pada DVD set di dalam mobilnya. Layar menyala dan muncul tulisan “Calling Mara…”
Setelah menunggu sebentar, panggilan itu tersambung dan muncul wajah seorang gadis berkacamata di layar. Wajahnya sangat cantik, dengan rambutnya yang dicat putih yang bersinar terang, ia terlihat bagaikan tokoh dalam film kartun Jepang. Matanya besar dan bercahaya. Ia seperti selalu tersenyum.

“Adek belum tidur?” sebuah pertanyaan lucu karena Ray tahu dengan pasti bahwa adik kesayangannya itu memang belum tidur jam segini. Sejak dahulu ia memang tidak pernah bisa tidur di malam hari.

Mara hanya tertawa saat ditanya seperti itu. “Ada apa, kak?”

“Sambungan kita udah secure belum?”

“Oh belum. Mau dibikin secure?” tanya Mara.

“Ho-oh.”

Mara segera menekan sebuah tombol, lalu layar itu mati. Beberapa detik kemudian sudah menyala lagi.

“Udah!” kata Mara sambil tersenyum.

Ray segera mengeluarkan sebuah dompet dari kantongnya. Dompet itu diambil dari Ryan setelah ia memiting tangan pemuda itu. “Coba cek kartu kredit ini. Kakak minta detailnya. Cek juga dia punya saldo berapa di bank.”

Ray lalu menggesek kartu itu di sebuah alat kecil yang tersembunyi dibalik dashboard mobilnya. Mara hanya tertawa mendengar itu. Data yang dikirmkan Ray segera ia terima di Macbooknya. Diperlukan beberapa menit untuk meretas seluruh datanya.

“Udah! Wow!” seru Mara.

“Berapa?”

“Tabungannya 1,7 Milyar. Buseeet. Banyak banget untuk anak seumuran dia.”
“Ambil semua. Pake kartu kreditnya juga. Jadiin cash sebisanya,” kata Ray sambil tertawa.

“Ini anak lagi ketiban sial apa nih ketemu kakak?” tanya Mara.

Ray hanya tertawa. Mara bertanya lagi, “Mau langsung dibagi-bagi apa taruh rekening biasanya dulu?”

“Langsung bagi dulu. Kirimin ke pak Narno yang rumahnya digusur pemerintah tanpa ganti rugi itu. Masih inget kasus kemarin kan?”

“Iya lah.”

“Kirimin juga ke bu Yanti. Anaknya sakit dan butuh biaya kemoterapi.”

Mara mengangguk. Ia mengetik sebentar di komputernya lalu berkata, “Udah!”
“Pastikan semua secure dan gak bisa dilacak ya,” kata Ray.

“Kalo itu sih gak perlu diomongin lagi, kak!” tawa Mara.

“Simpan uang sisanya. Kakak mau menggunakan uang Ryan untuk menolong orang yang ia sakiti.”

“Beres!”

“Ya udah. Kakak pulang sekarang.”

“Okeeee.”

oOo

Rumah Ray dan Mara adalah sebuah yacht kecil namun mewah. Berada di dermaga kecil pinggiran Jakarta yang khusus mereka disewakan untuk yacht-yacht sejenis ini. Ray sudah mandi dan memakai baju tidurnya. Mara masih berada di depan laptop. Ia berada di kursi roda. Sejak kecil nona cantik jelita ini memang sudah lumpuh. Sebuah peluru pernah menembus tulang belakangnya.

Ray menceritakan segala kejadian yang dialaminya malam tadi. Mara tertawa, “Itu si cewek yang namanya Nina pasti bengong sepanjang malam,”

Ray tertawa, “Adek bisa tau gimana kakak bisa nebak itu semua?”

Mara berpikir sebentar, “Untuk masalah deduksi, kakak jauh lebih hebat dari adek. Tapi ini kayaknya hal yang cukup mudah. Mengenai nama, kakak mungkin bisa tau dari rajutan di tasnya. Atau sweaternya. Eh gak mungkin sweater. Gak ada cewek yang clubbing pake sweater. Pasti dari tas, atau apa aja yang ada tulisan namanya.”

“Terus?”

“Mengenai ia berbohong ke orang tua, hmmmm, mungkin karena dia gak dandan. Biasanya kalo cewek ke club itu mesti dandan maksimal.”

“Ada benernya sih. Tapi kakak tau namanya karena pas di club tadi kakak dengerin mereka bercakap-cakap. Kelompok itu rame banget. Ngobrol sambil teriak-teriak. Sambil minum-minum. Yah, kakak sempat denger mereka neriakin namanya dan mengajak dia joget,” jelas Ray sambil tertawa.

“Haha. Joget. Kayak dangdutan aja. Terus kakak tau dari mana kalo ia bohong ke orang tua?”

“Ya, adek benar dari dandanan. Ia dandan kok. Cuma aja baju seksinya agak kebesaran. Kemungkinan besar dia minjem baju temennya. Tadi sekilas kakak liat baju itu lebih cocok dipake ama temannya. Berarti kayaknya si Nina itu pinjam ke dia. Nah, udah jelas kalo si Nina ini dandannya gak dari rumahnya sendiri. Pasti dandannya di rumah si temen. Kenapa gak dandan dari rumah? Karena ia pasti takut ketahuan bokap-nyokapnya.”

Mereka ngobrol-ngobrol sebentar hingga Ray tertidur di sofa nyaman di sebelah adiknya. Sang adik memandang wajah kakaknya itu dengan penuh sayang dan hormat. Selama ini mereka selalu bersama dalam segala penderitaan. Tidak sekali pun kakaknya ini mengecewakannya. Dan ia telah berjanji untuk tidak mengecewakan kakaknya ini pula.

Kehidupan telah mendidik mereka dengan sangat keras.


oOo

Matahari telah meninggi. Mara baru saja terlelap di kamarnya. Ray bangun dan nyantai sebentar. Setelah itu ia ke bagian depan kapal dan menikmati matahari pagi yang terik. Kulitnya yang cerah kini terbakar matahari yang sangat terik. Ia lalu berolah raga selama setengah jam. Hampir tiap hari ia selalu melakukan ini. Ia sangat mempercayakan hidupnya pada kemampuan tubuhnya sendiri. Karena itu ia tidak pernah berhenti untuk melatihnya dengan keras.

Ada banyak rajah tubuhnya. Di kedua bahu bagian depan, terdapat lambang Tomoe di kiri dan kanan. Di bagian punggung terdapat rajah seorang dewa Jepang bernama Raijin. Rajah ini dibuat secara tradisional langsung oleh seorang maestro rajah Jepang. Dan bukan Ray yang memilih gambar itu. Menurut tradisi, sang maestro rajah sendiri lah yang memilihkan gambar itu bagi orang yang akan ia rajah, berdasarkan sifat dan karakter yang dibaca oleh sang maestro mengenai orang itu. Prosesnya sangat menyakitkan dan lamanya bisa hingga berbulan-bulan. Apalagi untuk ukuran rajah di panggung Ray yang besarnya hampir menutupi seluruh tubuh bagian belakangnya.

Rajah ini sangat indah dengan warna-warni yang mengagumkan. Sangat pas dengan warna kulit Ray yang putih kecoklatan. Jika orang lain yang memiliki rajah seperti ini, ia akan terlihat seram dan menakutkan. Tetapi Ray justru terlihat anggun dan indah.

Di kedua lengan bagian atas terdapat rajah bernuansa tribal yang ia buat di Brazil. Seorang tetua suku Amazon yang membuatkannya. Prosesnya punsama kuno dan sama menyakitkannya dengan rajah-rajah yang lain. Rajah tribal ini menyatu dengan rajah lambang Tomoe yang berada di kedua bahunya.

Setelah pemenasan, Ray masuk kembali ke dalam. Dari situ ia menuju ke ruang belakang. Ternyata ada sebuah gym kecil di sana. Ia berlatih beban selama berjam-jam. Karena itulah tubuhnya begitu tegap dan berotot. Meskipun otot-otot itu tidak sebesar para binaragawan, namun cukup untuk mematahkan tulang manusia atau melepaskan sendi-sendi mereka.

Setelah berlatih beban, ia lalu menghajar orang-orangan kayu yang ada di ruangan itu. Jika dilihat dengan lebih teliti, betapa orang-orangan kayu ini sudah memiliki pesok di berbagai tempat. Ray telah menghajar boneka kayu ini ribuan bahkan jutaan kali.

Begitu latihan pukul dan tendang itu selesai, ia kemudian berlatih salto dan koprol. Siapa pun yang melihat ia melakukannya pasti menganggapnya atlit senam kelas nasional. Tapi gerakan ini bukanlah gerakan senam, melainkan gerakan parkour. Ia telah mencintai “olah raga” itu sejak dulu.

Setelah pendinginan tubuh selesai, Ray pergi ke dapur dan membuat jus. Ia selalu makan makanan yang sehat. Ia percaya hal itu sangat mempengaruhi kebugaran tubuhnya. Sambil minum jus. Tak lupa ia menyiapkan makan untuk ia dan adiknya. Sekerat roti gandung, dan telur setengah matang. Segelas susu kambing dan jus pun sudah ia letakkan di meja makan untuk adiknya.

Ray lalu pergi mandi dan membersihkan diri. Tubuhnya harus sekali. Sebuah keharuman campuran vanilla dan buah-buahan yang segar. Alami, lembut, dan elegan sekali. Ia selalu menyukai aroma wangi. Setelah itu ia lalu duduk di hadapan komputer. Membaca segala berita terbaru tentang apa saja. Daya ingin tahunya sangat kuat. Karena itu ia menyukai topik apa saja. Dan sekali baca, ia akan langsung ingat dan jarang sekali bisa lupa. Selain kebugaran tubuhnya, hal yang paling penting di dalam kehidupannya adalah otaknya. Kedua hal ini yang membuat Ray menjadi seperti sekarang ini.

Lama ia membaca berita dan sekedar melihat-lihat Wikipedia. Setelah itu ia baru membuka Facebook. Akun page Facebook ini atas nama Rayden yang berarti “dewa petir”. Tak banyak orang mampir ke page ini. Mereka yang mampir pasti memiliki persoalan. Ray meneliti bagian inbox nya. Dan di bagian paling atas ia melihat nama yang dinantinya. Anton Handika. Ia pun tersenyum.

Anton Handika: Halo. Saya cuma mau nanya. Page ini betulan apa cuma sekedar iseng?”

Begitu isi pesan dari Anton Handika. Ray telah menyelipkan sebuah kartu nama ke kantong jaket pemuda malang itu tadi malam. Cara menyelipkannya pun sangat cepat. Sama cepatnya ketika ia mengambil dompet milik Ryan. Dan ia pun yakin tak ada sidik jari yang akan mereka temukan. Ia tahu caranya. Ia sangat ahli dalam masalah ini.

Kartu nama itu tentu saja tidak bertuliskan namanya. Tulisannya hanyalah:

NEED HELP?

Kirim message ke page Facebook: https://www.facebook.com/Official-Rayden-878028578942265/

Anton pasti telah menemukan kartu itu dari dalam kantong jaketnya. Ray kemudian membalas

Rayden: Jika anda menerima kartu nama kami, maka anda memang memerlukan bantuan kami.

Sambil menunggu balasan, Ray kemudian membaca-baca lagi pesan yang lain. Ada beberapa pesan yang menarik. Salah satunya dari seorang gadis bernama Elsa Mulia. Pesannya singkat:

“Temenku bunuh diri. Tapi aku yakin ia dibunuh. Kalo anda dapat menolong, mohon cari tahu siapa pembunuhnya. Hidup saya tidak akan tenang sebelum semua ini terbongkar.”

Cukup banyak orang yang menghubunginya lewat inbox. Sebagian besar karena mereka mendengar tentang page ini dari orang yang pernah dibantunya. Sebagian yang lain pernah menemukan kartu namanya. Ada pula yang mungkin telah mendengar tentang aksinya dan mencari tahu lebih dalam. Selama ini nama “Rayden” telah tersebar di dunia maya bagaikan sebuah urban legend. Lebih tepatnya “cyber legend”. Semua karena orang yang dibantunya tidak lah sedikit, namun tak ada satu pun orang yang mengenal jati dirinya.

Akhirnya balasan dari Anton pun tiba:

Anton Handika: Apakah ini bukan penipuan?

Rayden: Kami tidak meminta uang anda. Tidak juga meminta anda untuk melakukan apa-apa untuk kami. Terserah mau percaya atau tidak. Kesempatan ini hanya datang satu kali.

Cukup lama Anton tidak menjawab. Ray tahu, pemuda ini pasti sedang berpikir untuk mengambil sikap.

Anton Handika: Baik. Saya percaya. Apa yang harus saya lakukan?

Rayden: Apa permasalahan anda?

Anton Handika: Saya baru abis putus cinta. Saya ingin pacar saya kembali.
Rayden: Dalam 3 hari kami akan menghubungi anda. Satu hal yang kami bisa jamin, kami tidak akan membuat anda melakukan tindakan kriminal. Selama anda mengikuti petunjuk kami, semua akan baik-baik saja.

Anton Handika: Oke.

Rayden: Tetapi kami mempunyai beberapa persyaratan.

Anton Handika: Apa itu?

Rayden: Anda dilarang bercerita kepada orang lain mengenai kami. Dan anda harus menuruti petunjuk kami dalam masalah-masalah anda tanpa banyak bertanya. Setelah masalah anda selesai, berjanjilah untuk membantu orang lain sebisa anda. Sepakat?

Anton Handika: Sepakat.

Rayden: Bagus. Tunggu kabar kami dalam 3 hari.

Anton Handika: Baik. Terima kasih.

Ray kemudian menutup page Facebook itu. Alangkah mengharukan melihat bagaimana orang rela melakukan apapun hanya agar mendapatkan kembali cintanya yang hilang. Anton tidak sendirian di dunia ini. Ada jutaan orang yang mengalaminya. Bahkan Ray sendiri pernah mengalaminya. Karena itu ia mengerti sekali rasanya. Apakah karena hal ini pula hatinya tergerak untuk membantu Anton?

Ia sendiri tak mampu menjawab. Permasalahan cinta memang tak pernah bisa dijawab oleh mereka yang mengalaminya. Hanya ketika cinta itu sudah lenyap dari hati mereka, baru mereka dapat menjawabnya. Selama cinta itu masih hadir, manusia terkadang menjadi bodoh dan tolol.

Ray lalu mengetik sebuah pesan untuk Mara melalui jalur secure yang biasa mereka gunakan. Setelah itu ia berganti baju dan pergi ke luar. Hari telah menjelang siang. Jakarta sangat panas, apalagi di tepian dermaga seperti ini. Tidak banyak orang yang berada di dermaga kecil nan mewah itu. Karena para pemilik yacht ini mempunyai rumahnya sendiri-sendiri. Mereka hanya menyewa tempat itu untuk memarkir yacht mereka.

Setelah bertegur sapa dengan beberapa pengolola dermaga private itu, Ray menuju ke mobilnya yang berada di ruangan parkir khusus. Jaguarnya kemudian melaju dengan cukup kencang sebelum kemacetan Jakarta akhirnya memaksanya untuk melambat. Ia mempunyai janji makan siang dengan seorang sosialita cantik hari ini.

oOo



2 comments:

  1. semoga di beri kesehatan dan waktu agar karyanya selalu hadir disini

    ReplyDelete